7 Satelit Antariksa Tertua Milik Indonesia yang Mengorbit diatas Bumi

Diposting oleh Unknown on Jumat, 30 Maret 2012

1. Satelit Palapa D (2009)


Satelit Palapa D (kode internasional = 2009-046A) adalah satelit komunikasi Indonesia yang dimiliki dan dioperasikan oleh PT. Indosat Tbk dan diluncurkan pada tanggal 31 Agustus 2009 pukul 16:28 WIB di Xichang Satellite Launch Center (XSLC) menggunakan roket Long March (Chang Zheng) 3B. Satelit ini dibuat oleh Thales Alenia Space, Perancis, dan dimaksudkan sebagai pengganti satelit Palapa C2 pada Orbit Geo Stasioner slot 113º BT yang akan selesai masa operasionalnya pada tahun 2011.

2. Indostar II / Cakrawarta II (2009)


Indostar II atau Cakrawarta II adalah satelit yang diluncurkan oleh PT Media Citra Indostar (MCI) yang mengelola dan mengoperasionalisasi satelit Indovision. Satelit ini diluncurkan dengan menggunakan roket peluncur Proton Breeze milik Rusia dan lepas landas melalui Baikonur Cosmodome di Kazahkstan. Peluncuran satelit Indostar II ini telah berlangsung pada tanggal 16 Mei 2009.

3. Satelit LAPAN-TUBSAT (2007) Satelit Mikro Pertama di Indonesia.


LAPAN-TUBSAT adalah sebuah satelit mikro yang dikembangkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bekerja sama dengan Universitas Teknik Berlin (Technische Universität Berlin; TU Berlin). Wahana ini dirancang berdasarkan satelit lain bernama DLR-TUBSAT, namun juga menyertakan sensor bintang yang baru. Satelit LAPAN-TUBSAT yang berbentuk kotak dengan berat 57 kilogram dan dimensi 45 x 45 x 27 sentimeter ini akan digunakan untuk melakukan pemantauan langsung situasi di Bumi seperti kebakaran hutan, gunung berapi, banjir, menyimpan dan meneruskan pesan komunikasi di wilayah Indonesia, serta untuk misi komunikasi bergerak.

LAPAN-TUBSAT membawa sebuah kamera beresolusi tinggi dengan daya pisah 5 meter dan lebar sapuan 3,5 kilometer di permukaan Bumi pada ketinggian orbit 630 kilometer serta sebuah kamera resolusi rendah berdaya pisah 200 meter dan lebar sapuan 81 kilometer.

Manuver attitude ini dilakukan dengan menggunakan attitude control system yang terdiri atas 3 reaction wheel, 3 gyro, 2 sun sensor, 3 magnetic coil dan sebuah star sensor untuk navigasi satelit. Komponen-komponen inilah yang membedakannya dengan satelit mikro lain yang hanya mengandalkan sistem stabilisasi semi pasif gradien gravitasi dan magneto torquer, sehingga sensornya hanya mengarah vertikal ke bawah.

Sebagai satelit pengamatan, satelit ini dapat digunakan untuk melakukan pemantauan langsung kebakaran hutan, gunung meletus, tanah longsor dan kecelakaan kapal maupun pesawat. Tapi pengamatan banjir akan sulit dilakukan karena kamera tidak bisa menembus awan tebal yang biasanya menyertai kejadian banjir.

4. Satelit INASAT-1 (2006) Satelit Pertama buatan Indonesia


INASAT-1 adalah Nano Hexagonal Satelit yang dibuat dan didesain sendiri oleh Indonesia untuk pertama kalinya. INASAT-1 merupakan satelit metodologi penginderaan untuk memotret cuaca buatan LAPAN.

Selain itu INASAT-1 adalah satelit Nano alias satelit yang menggunakan komponen elektronik berukuran kecil, dengan berat sekitar 10-15 kg. Satelit itu dirancang dengan misi untuk mengumpulkan data yang berhubungan erat dengan data lingkungan (berupa fluks magnet didefinisikan sebagai muatan ilmiah) maupun housekeeping yang digunakan untuk mempelajari dinamika gerak serta penampilan sistem satelit.

Adapun satelit itu dirancang bersama oleh PT Dirgantara Indonesia dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), khususnya Pusat Teknologi Elektronika (Pustek) Dirgantara. Berbekal nota kesepakatan antara LAPAN, Dirgantara Indonesia, serta dukungan dana dari Riset Unggulan Kemandirian Kedirgantaraan 2003, maka dimulailah rancangan satelit Nano dengan nama Inasat-1 (Indonesia Nano Satelit-1).

Dari segi dinamika gerak akan diketahui melalui pemasangan sensor gyrorate tiga sumbu, sehingga dalam perjalanannya akan diketahui bagaimana perilaku geraknya. Penelitian dinamika gerak ini menjadi hal yang menarik untuk satelit-satelit ukuran Nano yang terbang dengan ketinggian antara 600-800 km.

5. Satelit TELKOM-2 (2005)


Telkom-2 adalah satelit yang diluncurkan Telkom ke angkasa untuk menggantikan satelit Palapa B4. Satelit ini dibawa ke angkasa dengan menggunakan roket Ariane 5 dari Kourou di Guyana Perancis pada tanggal 16 November 2005.

Telkom-2 memiliki umur operasi selama 15 tahun dan bernilai sekitar 170 juta dolar AS. Sekitar 70 persen kapasitas transponder Telkom-2 akan disewakan kepada pihak luar.

Dari 30 persen kapasitas yang akan digunakan sendiri oleh Telkom, satelit buatan Orbital Sciences Corporation ini diharapkan akan mendukung sistem komunikasi transmisi backbone yang meliputi layanan telekomunikasi sambungan langsung jarak jauh (SLJJ), sambungan langsung internasional (SLI), internet, dan jaringan komunikasi untuk kepentingan militer.

Satelit ini akan beredar di orbit 118° BT dengan kapasitas 24 transponder C-band dan berbobot 1.975 kg. Daya jangkaunya mencapai seluruh ASEAN, India dan Guam.

6. Satelit Palapa C2 (1996)

Satelit Palapa C2 adalah satelit komunikasi kedua dalam generasi Palapa C yang dimiliki dan dioperasikan oleh PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo). Palapa C2 diproduksi oleh Hughes (Amerika Serikat, AS) dan diluncurkan pada tanggal 15 Mei 1996 di Kourou, Guyana Perancis (Ko ELA-2), menggunakan roket Ariane-44L H10-3. Satelit ini beroperasi pada Orbit Geo Stasioner slot 113º BT di ketinggian 36.000 km di atas permukaan bumi. Operasional satelit ini berpindah tangan ke PT. Indosat Tbk. akibat penggabungan Satelindo dengan Indosat. Demi memberi tempat bagi Satelit Palapa D, rencananya orbit satelit ini dipindah ke 105,5° BT.

7. Sateli Palapa C1 (1996)

Satelit Palapa C1 adalah satelit komunikasi pertama dalam generasi Palapa C yang dimiliki dan dioperasikan oleh PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo). Palapa C1 diproduksi oleh Hughes (Amerika Serikat, AS) dan diluncurkan pada tanggal 31 Januari 1996 di Kennedy Space Center, Tanjung Canaveral (LC-36B) AS, menggunakan roket Atlas 2AS. Satelit ini dimaksudkan sebagai pengganti satelit Palapa B4 pada Orbit Geo Stasioner slot 113º BT dengan rentang operasi selama 7 tahun. Namun setelah terjadi kegagalan pengisian battery pada tanggal 24 November 1998 akhirnya Palapa C1 dinyatakan tidak layak beroperasi dan digantikan oleh Palapa C2.